Beranda | Artikel
Memilihkan Kisah yang Mendidik
Selasa, 12 Januari 2010

MEMILIHKAN KISAH YANG MENDIDIK

Kisah, keterkaiatannya dengan pendidikan anak, memiliki peran yang sangat penting, lantaran kisah juga merupakan salah satu metode pengajaran. Dalam Al-Qur`an, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengajarkan berbagai kisah dari umat-umat terdahulu. Sehingga secara langsung bisa dipahami, bahwa Islam memberikan perhatian yang besar terhadap masalah ini, yaitu dengan menyebutkan kisah-kisah yang mendidik dan bermanfaat sebagai metode dalam menyampaikan pengajaran. Sebagaimana Allah Azza wa Jalla telah mencontohkan kisah tentang Luqman Al-Hakim yang memberi wasiat kepada anaknya dengan wasiat yang sangat penting dan berharga.[1]

Demikian semestinya yang diterapkan dalam mendidik anak, ialah dengan mendasarkan kepada wahyu, yaitu Al-Kitab dan juga As-Sunnah. Karena dalam dua sumber tersebut terdapat kebaikan, kesempurnaan, dan tepat bagi manusia. Bukankah jika memperhatikan Al-Qur`an dan As-Sunnah, kita mendapatkan keterangan yang jelas kandungan kisah-kisah yang disebutkan di dalamnya?

ذَٰلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ

Kitab (Al-Qur`an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa. [Al-Baqarah/2:2].

وَرُسُلًا قَدْ قَصَصْنَاهُمْ عَلَيْكَ مِنْ قَبْلُ وَرُسُلًا لَمْ نَقْصُصْهُمْ عَلَيْكَ

Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu . . . [An-Nisa/4:164].

لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ ۗ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَىٰ وَلَٰكِنْ تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al-Qur`an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.  [Yusuf/12:111].

Inilah di antara metode yang digunakan oleh Al-Qur`an dan As-Sunnah dalam masalah pengajaran, yaitu dengan menuturkan kisah-kisah teladan. Kita dapatkan bahwasanya memberi nasihat dengan menuturkan cerita-cerita yang menarik, akan memberikan pengaruh yang besar pada jiwa anak-anak, apalagi jika sang penuturnya juga mempunyai cara yang menarik dalam menyampaikannya, sehingga mampu mempesona dan memberikan pengaruh mendalam bagi yang mendengarnya. Karena ciri khas kisah-kisah teladan, ia mampu memberikan pengaruh bagi yang membacanya maupun yang mendengarkannya. Oleh karenanya, sepatutnya sebagai pendidik, juga memberikan perhatian ketika menerapkan metode ini.

Terlebih lagi, di tengah masyarakat sejak dahulu telah merebak berbagai kisah ataupun hikayat yang tidak diketahui asal-usulnya. Banyaknya cerita fiktif dan sarat dengan kedustaan yang dijadikan sebagai sandaran dalam memberikan pengajaran kepada manusia umumnya, dan khusus kepada anak-anak. Kisah-kisah fiktif ini telah mempengaruhi pola pikir anak-anak kita. Misalnya menjadikan para penjahat sebagai pahlawan, dan orang-orang yang buruk perangainya menjadi sang pemenang, ataupun orang-orang fasik menjadi idola. Ini merupakan kejahatan terhadap anak-anak kita, dan cepat atau lambat akan menumbuhkan dampak buruk bagi anak didik kita.

MEWASPADAI KISAH-KISAH BURUK
Melihat merebaknya kisah-kisah fiktif dan dusta tersebut, maka layaklah jika kita mewaspadai adanya pengaruh negatif yang ditimbulkan oleh cerita-cerita tersebut. Yang lebih memprihatinkan lagi, ternyata kisah-kisah atau hikayat-hikayat tersebut dipenuhi dengan kemungkaran dan kemusyrikan, sehingga kita harus berhati-hati dan bersikap kritis. Misalnya sebagai berikut.

1. Cerita-cerita yang menimbulkan rasa takut dan cemas.
Misalnya: cerita-cerita horor, hantu, makhluk yang menakutkan dan lain-lain.
Cerita-cerita seperti ini berpengaruh buruk pada diri anak-anak dan memunculkan sifat pengecut,  tidak membentuk anak menjadi seorang yang pemberani. Anak akan terpengaruh dengan cerita yang ia dengar walaupun cerita tersebut telah berakhir. Pikiran anak akan selalu sibuk berkhayal adanya makhluk yang selalu mengikutinya, dan ia terus dihantui dengan rasa takut. Kekalutan ini akan mempengaruhi kepribadiannya, dan ia menjadi pribadi yang labil. Padahal kita semestinya membentuk pribadi anak menjadi pemberani dan berkepribadian kuat, bukan menjadi umat yang lemah dan penakut.

2. Cerita-cerita rakyat yang berisi kedustaan, khurafat, mitos dan khayalan.
Sebagai misal: hikayat Malin Kundang, Sangkuriang, kisah kancil dan buaya, dan sebagainya.
Cerita-cerita klasik sejenis ini sangat banyak kita dapatkan di tengah masyarakat. Semuanya menceritakan hal-hal yang sulit diterima akal sehat dan dipenuhi kedustaan, bahkan mengarah kepada keyakinan syirik.

Ini juga akan membentuk pribadi anak sehingga senang untuk mempercayai hal-hal yang dusta,  tidak masuk akal, tidak sesuai dengan kondisi riil, bahkan mustahil akan terjadi. Misalnya kisah Malin Kundang yang dikutuk menjadi batu, Sangkuriang yang hendak mengawini ibunya sendiri atau kancil yang licik, suka menipu. Sungguh tak mustahil, kisah-kisah seperti ini telah memberikan pengaruh buruk pada anak-anak kita.

3. Cerita-cerita yang lebih menunjukkan kekuatan badan dari pada akal.
Misalnya:  kisah Tarzan, Superman, Spiderman dan lainnya.
Semua kisah-kisah seperti ini menceritakan bahwa tidak ada jalan untuk menyelesaikan masalah, kecuali dengan kekuatan dan kekerasan. Maka kisah semacam ini pun akan membentuk jiwa anak-anak menjadi jiwa yang suka bermusuhan, mengutamakan kekuatan badannya dari pada akalnya. Di samping itu, kisah-kisah ini telah menanamkan khayali pada anak. Lantaran apa yang dilakukan oleh tokoh-tokoh utama tersebut sangat tidak mungkin mewujud dalam kenyataan.

4. Cerita-cerita yang mengunggulkan kekuatan jahat dan mengagungkannya.
Contohnya: orang lalim berhasil mengalahkan orang-orang yang baik, penjahat berhasil memperdayai polisi.
Kisah semacam ini dituturkan kepada anak-anak dengan alasan untuk menjelaskan tentang perilaku-perilaku jahat, akan tetapi alasan ini melupakan tabiat anak-anak yang suka meniru apa yang ia lihat atau ia dengar. Yang pada akhirnya, kita banyak mendengar kejadian-kejadian mengerikan yang dilakukan oleh anak-anak, karena mencontoh yang mereka lihat atau yang mereka dengar.

5. Kisah-kisah yang berisi hinaan, celaan atau merendahkan orang lain, juga gangguan kepada orang yang lebih tua dengan berbagai perbuatan usil, bahkan hinaan kepada orang yang mempunyai cacat pada tubuhnya, seperti buta, dengan membuatnya jatuh di lobang atau semisalnya, tanpa memikirkan pengaruh buruk pada anak yang melihatnya.

Contoh paling nyata cerita-cerita seperti ini, yaitu film kartun Tom and Jery. Film ini sangat terkenal di kalangan anak-anak, bahkan orang dewasa. Akan tetapi, jika dilihat dari sisi pendidikan, film ini sangat merusak. Karena memberikan gambaran perilaku yang buruk pada anak-anak, ketidak sopan-santunan, usil dan nakal. Pada gilirannya, tak mustahil perilaku dalam film ini akan ditiru dan dipraktekkan kepada orang-orang di sekitarnya, dan sebagai sebab munculnya perasaan lebih unggul di bandingkan yang lainnya.

Demikian juga film ini mengisyaratkan adanya perbuatan yang bersifat merendahkan bangsa lainnya, seperti bangsa kulit hitam. Sehingga dapat menimbulkan perasaan dengki, dendam dan juga perselisihan yang berkepanjangan. Demikian gambaran kisah-kisah yang ditampilkan di hadapan anak-anak kita, yang maksud dan tujuannya untuk mendidik, akan tetapi justru sebaliknya, yaitu tidak mendidik, bahkan merusak dan menimbulkan dampak negatif pada perkembangan kejiwaan anak-anak.[2]

HADIRKAN KISAH-KISAH TELADAN
Setelah mengetahui kandungan dan kemungkinan munculnya dampat negatif dari kisah-kisah fiktif tersebut, maka menjadi kewajiban kita untuk mengarahkan anak-anak agar menjauhi kisah-kisah fiktif dan penuh kedustaan tersebut. Kemudian mereka didekatkan dengan kisah-kisah teladan penuh hikmah. Misalnya kisah tentang para nabi Allah Azza wa Jalla. Kisah-kisah teladan inilah yang semestinya  mewarnai kehidupan anak-anak kita.

أُولَٰئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ ۖ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهْ

Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka.   [Al-An’am/6:90].

Seperti halnya kisah Nabi Yunus Alaihissallam ketika berada di dalam perut ikan paus, Nabi Sulaiman Alaihissallam dengan burung Hud-Hud, juga kisah Nabi Yusuf Alaihissallam dengan saudara-saudaranya. Demikian pula kisah Nabi Musa Alaihissallam dengan Khidir, dan kisah-kisah lainnya.

Begitu juga anak harus didekatkan dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dari sirah beliau ini, kita dapat memetik banyak pelajaran, sejak beliau masih di dalam kandungan, kemudian bapak beliau meninggal, sehingga beliau lahir dalam keadaan yatim, dan seterusnya. Banyak pula peristiwa-peristiwa besar yang beliau lewati, sehingga membawa perubahan besar bagi umat manusia. Begitu juga dengan kisah-kisah yang beliau tuturkan dalam hadits-hadist yang shahih.

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan dia banyak menyebut Allah.  [Al-Ahzab/33:21].

Demikian juga kita bisa menuturkan kepada anak-anak dengan kisah-kisah para sahabat Nabi, sebagaimana yang dipaparkan oleh seorang penyair:

Jika kalian tidak bisa menjadi seperti mereka, (maka) contohlah mereka!
Karena sesungguhnya, meneladani orang-orang mulia, merupakan keutamaan.

Sebagai contoh, kisah yang disebutkan dalam sirah ‘Umar bin ‘Abdil-‘Azis (Juz 1, hlm 23). Yaitu kisah Amirul-Mukminin ‘Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu dengan seorang wanita. Tatkala Khalifah ‘Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu memegang tampuk pemerintahan, beliau melarang mencampur susu dengan air.

Awal kisah, pada suatu malam Khalifah ‘Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu pergi ke daerah pinggiran kota Madinah. Untuk istirahat sejenak, bersandarlah beliau di tembok salah satu rumah. Terdengarlah oleh beliau suara seorang perempuan yang memerintahkan anak perempuannya untuk mencampur susu dengan air. Tetapi anak perempuan yang diperintahkan tersebut menolak dan berkata: “Bagaimana aku hendak mencampurkannya, sedangkan Khalifah ‘Umar melarangnya?”

Mendengar jawaban anak perempuannya, maka sang ibu menimpalinya: “Umar tidak akan mengetahui.”

Mendengar ucapan tersebut, maka anaknya menjawab lagi: “Kalaupun ‘Umar tidak mengetahui, tetapi Rabb-nya pasti mengetahui. Aku tidak akan pernah mau melakukannya. Dia telah melarangnya.”

Kata-kata anak wanita tersebut telah menghunjam ke dalam hati ‘Umar. Sehingga pada pagi harinya, anaknya yang bernama ‘Ashim, beliau panggil untuk pergi ke rumah wanita tersebut. Diceritakanlah ciri-ciri anak tersebut dan tempat tinggalnya, dan beliau berkata: “Pergilah, wahai anakku dan nikahilah anak tersebut,” maka menikahlah ‘Ashim dengan wanita tersebut, dan lahirlah seorang anak perempuan, yang darinya kelak akan lahir Khalifah ‘Umar bin ‘Abdil ‘Azis.

Pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah tersebut ialah sebagai berikut.

  1. Kesungguhan salaf dalam mendidik anak-anak mereka.
  2. Selalu menanamkan sifat muraqabah, yaitu selalu merasa diawasi oleh Allah Azza wa Jalla , baik ketika sendiri atau ketika bersama orang lain.
  3. Tidak meresa segan untuk memberikan nasihat kepada orang tua.
  4. Memilihkan suami yang shalih atau istri yang shalihah bagi anak-anaknya.

Penggalan kisah ini hanya sekedar contoh, bagaimana cara kita mengambil pelajaran berharga dari sebuah kisah, kemudian menanamkannya pada anak-anak kita, dan masih banyak contoh lainnya, baik di dalam Al-Qur`an maupun Al-Hadits yang bisa digali dan jadikan sebagai kisah-kisah yang layak dituturkan kepada anak-anak kita.

PELAJARAN DAN KEUTAMAAN KISAH-KISAH TELADAN
Kisah-kisah teladan mempunyai keistimewaan yang sangat berbeda dengan kisah-kisah fiktif maupun mitos, yaitu dari sisi kebenarannya, dan sesuai dengan kenyataan yang ada. Di dalamnya juga terkandung tujuan-tujuan mulia.

  • Kisah mampu memberikan peran yang penting dalam menarik perhatian, mengembangkan pikiran dan akal anak. Karena dengan mendengarkannya, dapat mendatangkan kesenangan dan kegembiraan.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam terbiasa membawakan kisah di hadapan para sahabat, baik yang muda maupun yang tua. Mereka mendengarkan dengan penuh perhatian terhadap kisah yang dituturkan beliau, berupa berbagai peristiwa yang terjadi pada masa lampau, agar bisa mengambil pelajaran darinya, baik oleh orang-orang sekarang maupun sesudahnya hingga hari Kiamat

  • Kisah-kisah tersebut bisa membangkitkan kepercayaan anak-anak terhadap sejarah tokoh yang menjadi tauladan mereka. Sehingga akan menambah semangat untuk maju, serta membangkitkan semangat ke-islaman mereka agar lebih mendalam dan menggelora.
  • Kisah-kisah para ulama yang mengamalkan ilmunya, demikian juga kisah-kisah orang-orang shalih merupakan sarana terbaik untuk menanamkan berbagai sifat utama pada diri anak-anak, serta mendorongnya untuk siap mengemban berbagai kesulitan untuk meraih tujuan mulia dan luhur.
  • Kisah-kisah teladan juga akan membangkitkan anak-anak untuk mengambil teladan dari orang-orang yang mempunyai tekad kuat dan mau berkorban, sehingga ia akan terus naik menuju derajat yang tinggi dan terhormat.[3]
  • Tujuan utama menuturkan kisah-kisah teladan tersebut, yaitu untuk mendidik dan membersihkan jiwa, bukan hanya sekedar untuk bersenang-senang atau menikmati kisah-kisah itu saja.

Oleh karena itulah, cerita juga memiliki peran sangat penting dalam mencapai tujuan-tujuan mulia tersebut. Sehingga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga banyak memaparkan kisah orang-orang terdahulu kepada para sahabatnya, untuk kemudian diambil pelajaran dan peringatan darinya. Kebiasaan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berkisah, beliau mendahului dengan uangkapan “telah terjadi pada orang-orang sebelum kalian“, kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menuturkan kisah tersebut, dan para sahabat mendengarkannya dengan seksama sampai selesai. Dalam hal ini, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menerapkan metode Ilahi, sebagaimana firman-Nya Azza wa Jalla:

فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ

Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.  [Al-A’raaf/7:179].

Para sahabat pun mengambil pelajaran pada setiap kisah yang dituturkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka mendapatkan manfaat dari sisi pendidikan dan akhlak, sebagai bekal yang berguna bagi kehidupan dunia dan akhirat mereka.

Demikianlah semestinya seorang anak dibiasakan hidup dalam nuansa kisah-kisah yang pernah dibawakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , sirah Nabi dan juga kisah-kisah dalam Al-Qur`an, agar ia terbiasa hidup dalam nuasa iman dan suri teladan yang utama, sehingga keimanannya semakin hari semakin kokoh. Wallahu a’lam. (Ustadz Abu Sa’ad Muhammad Nurhuda)

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun XI/1428H/2007M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] Kaifa Nurabbi Auladana wa Mâ Huwa Wajib Al-Aba-i Wal-Abna’, hlm. 2.
[2] Lihat kitab At-Tarbiyyah bil-Qishashi, hlm. 5, dengan beberapa perubahan.
[3] Manhaj At-Tarbiyyah An-Nabawiyyah li-Thifli, hlm. 339.


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/2626-memilihkan-kisah-yang-mendidik.html